Cari Entri lain

Kamis, 30 Januari 2014

INTUISI



Urusan karang mengarang tidak terkait secara langsung dengan fakultas sastra, tetapi Fakultas sastra yang harus mengaitkan dengan urusan karang-mengarang, terutama program studi pendidikan bahasa, sastra Indonesia dan bahasa daerah. Sebab karang mengarang hanya terkait dengan intuisi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu ilmu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektual, sebab merupakan bagian dari komponen jiwa dan raga, komponen ruh dan jasmani.
Intuisi secara psikis punya tingkatan atau klasifikasi secara khusus pada setiap individu atas kehendak Tuhan yang member anugrah. Intuisi itu secara kejiawaan terbagai dalam beberapa tingkatan.
Intuisi tingkat tertinggi atau Maha tinggi, disebut wahyul kasyaf atau wahyu tingkat menengah disebut irhas dan ilham wangsit. Sedang tingkat terbawah disebut wisik atau bisikan hati, sering dalam wujud firasat.
Wahyul – khasyaf, hanya dipercayakan Allah Subhanallahu Wataala pada tiga orang manusia sebagai Nabi pilihan, yaitu Muhammad Rosulullah, Isa Almasih dan Musa Alaihisalam dengan memperoleh kitab suci yang harus dipercaya kebenarannya secara mutlak sebagai Kalam Ilahi atau Sabda yaitu Taurat, Injil dan Al Qur’an.
Perkembangan lebih lanjut dalam perjalanan sejarah, menjadi urusan religio Antropologi. Taurat yang tersusun tidak lengkap. Injil yang dikurangi dan ditambahi oleh para rosul penerusnya dan Al Qur’an yang ditafsir salahkan oleh Israil potensi kata-katanya dan masih banyak lagi yang harus di benarkan.
Sedang para Nabi yang lain dan sejulah pemikir sejamannya yang jumlahnya cukup banyak, baik yang ada di Yunani Maksedonia, di China, di India dan di Nusantara, mereka hanya memperoleh wahyu atau hidayat yang kadang-kadang didukung oleh Mu’jizat yaitu suatu kejadian luar biasa di luar kemamouan akal berfikir manusia berupa fenomena alam dan fenomena keadaan.
Intuisi tingkat menengah yang dinamakan Irhas dipercayakan pada Auliya atau para wali, pada cendikiawan jenius. Seperti Einstein yang menemukan teori Nisbi, para filusuf dan para seniman Sufi, seperti Rumi, Al-Arabi dan penyair caliber dunia seperti Prabu Jayabaya dan Dr. Sir Muhammad Iqbal yang mendahului jamannya dalam kakawin dan Asrari Khudinya. Sedang ilham yang kadar intusisinya disebut inspirasi milik dan dipercayakan pada seniman dan sastrawan yang terkait dengan karang – mengarang yang akan diuraikan sebagai suatu pengalaman spiritual untuk dijadikan wawasan.
Adapun intuisi yang disebut wisik atau bisikan hati, merupakan intuisi terbawah berupa firasat. Adalah milik kebanyakan orang, milik kita semua. Tetapi kurang dipahami oleh setiap orang. Wisik bisa diupayakan untuk memperoleh ilmu pengetahian di luar kehendaknya.
Tetapi oleh sebagaian orang yang kurang memahami nilai spiritualnya. Lantas merasa dirinya yang memperoleh wisik itu, setengkat dengan wali dan mengaku dirinya Nabi, sebagai wali. Apalagi wisik itu diupayakan untuk memperoleh ilmu guna-guna dengan sejumlah kajian ramalan dan matra-mantra dengan cara menciptakan sejumlah kata magi. Apakah itu magi putih, magi hitam, magi merah atau magi kuning (white magic, black magic, red magic, yellow magic). Di Banyuwangi disebut ilmu santet.
Pembahasan ini kita batasi pada uraian tentang intuisi yang disebut inspirasi atau ilham. Terbatas pada urusan karang-mengarang sebagai karya sastra, baik puisi maupun prosa, baik cerpen maupun novel.
Sebab setiap jiwa manusia secara pribadi memiliki potensi yang disebut Bio-electron. Sebagai situs hayati. Kemudian disekililingi manusia terdapat sejumlah media benda yang mengandung Bio-plasma yang juga merupakan situs materi.
Hubungan atau pertemuan antara situs Bio-electron dan situs Bio-Plasma, akan melahirkan Bio-energi, merupakan suatu kekuatan yang bisa merubah keadaan sebaagai karya cipta yang kreatif jadi tulisan dan buku.
Tetapi bio-electron pada setiap diri manusia harus selalu di asah dengan ketekunan membaca. Baik membaca ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya sendiri da masyarakat, maupun membaca keadaan sekitarnya. Bangsanya, negaranya dan kehidupan sekelilingnya.
Operasionalnya, bukan dengan cara menyendiri di tempat yang sepi dan hening, menunggu datangnya inspirasi, tetapi harus dicari dan diburu. Ya ayuhal mudatsiqum andir. Pemburuhan itu, boleh di keheningan malam ketika di perpustakaan, maupun dalam kehidupan ramai ditengah – tengah masyarakat.
Kemudian inspirasi yang telah diperolehnya itu, harus diramu, di godog, dimasak dengan imajinasi, suatu proses yang menghasilkan dan melahirkan cita dan citra. Bentuk idealism yang bisa ditebar, sebagai suatu kebenaran yang tidak harus dipercaya kebenarannya, sebab dilahirkan oleh imajinasi.
Sumber untuk mengolah imajinasi yang tidak terkait oleh waktu, ruang dan keadaan itu, harus didukung oleh intelgensi, suatu kecerdasan atau keahlian pada bidangnya masing-masing. Kalau mau menciptakan lagu, harus menguasai salah satu alat music mengenal notasi. Baik peatonik maupun detatonik. Kalau menggarap ari, harus mendalami koreografinya.
Demikian juga mereka yang mau mengarang dan menjadi pengarang, baik cerpen dan novel atau cerita lain. Harus ada perangkat pendukungnya, yaitu liguistik, dasar ilmu bahsa. Terutama bahasa Indonesia dengan segala kelengkapannya. Jangan cuma asal mengarang.
Intusi atau inspirasi yang telah didukung oleh imajinasi dan intelgensi, harus punya sasaran idealism, berupa situs yang kita percaya mengandung Bio-plasma. Berupa kekuatan materi yang berisi nutfah hidup, berupa berbagai macam inti atom.
Tuhan memberikan petunjuk tentang situs materi itu dengan menghadap Kiblat sebanyak 17 kali, sehari semalam yang mengarah pada Ka’bah. Suat situs materi yang mengandung Bio-plasma yang bersifat sangat abadi.
Sebelumnya situs-situs yang mengandung bio-plasma itu, ada dimana-mana. Bangsa Israil maish percaya pada Bio-plasma yang ada di gunung Sinai dan tembok Sulaiman. Orang-orang Nasrani, situsnya berada pada Salib di puncak bukit galilia. Orang hindu pada puncak gunu Himalaya, gunung Agung dan sungai Gangga. Bangsa mesir pada patung Spinx dan aliran sungai Nil.
Dan masih banyak lagi situs-situs berupa benda yang dinilai mengandung bio-plasma. Situs yang mengandung bio-plasma karbon, tidak bisa terbakar oleh api. Seperti peristiwa Nabi Ibrahim di Babilonia. Dan peristiwa kecil terbakarnya Hotel Bali di Sanur. Sebuah kamar tidak hangus oleh api.
Sedang para pengarang secara umum, situs-situsnya berada di kitab dan buku-buku diperpustakaan yang memadai atau pada lingkungan sekitarnya yang harus bisa dibaca inspirasinya.
Dikalangan yang intuisinya hanya terbatas pada wisik dan bisik. Maka situs yang dipercaya mengandung bio-plasma juga terbatas hanya pada benda-benda yang dikeramatkan, semacam kuburan, gua, batu-batu aneh, baik besar maupun kecil, keris atau benda benda lain yang dianggap angker atau yang diangker-angkerkan.
Bio-plasma sebagai sasaran idealism jika menyatu dengan bio-electron, bakal melahirkan bio-energi, sebagai suatu karya cipta. Kadar penciptanya sebagai suatu karya, berada di tangan pembaca dan kritikus sastra. Baik itu puisi, esay, cerpen dan novel.
Jika meluas pada para Nabi, melahirkan Mu’jizat yang sangat menakjubkan sebagai petunjuk hidup. Berupa kitab dan petuah-petuah. Jika menyempit pada karya dukun, melahirkan mantra-mantra satet dengan berbagai macam ramalan yang sulit diramalkan.
Proses penjiwaan yang terkandung pada intuisi dengan berbagai tingkatan dan klasifikasi semacam wahyul kasyaf, wahyu irhas, ilham dan wisik. Serta proses lebih lanjut pada diri pribadi. Setiap individu yang mengandug bio-electron dan benda-benda yang mengandung bio-plasma dan proses lebih lanjut sebagai bio-energi, bukan merupakan kajian teoritis di laborat atau berada di ruang-ruang kampus. Tetapi suatau kenyataan yang berlaku dilapangan sejak manusia dipercaya Tuhan sebagai khalifah fi muka bumi.

HASNAN SINGODIMAYAN
Pengarang ‘Suluk Mu’tazilah’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar