Cari Entri lain

Senin, 13 Januari 2014

GAYAGAY = GAY (A) PURBA


             

Kehidupan kaum gay dengan segala macam gayanya, sudah ada sejak jaman purba, sebab merupakan qadrat Tuhan yang menciptakan manusia gender dalam jenis kelamin ganda, untuk dijadikan sebagai ujian dan godaan bagi manusia yang beriman. Sejarahnya cukup panjang untuk dikaji. Sejak kota kembar Sodom - Gomorah, sampai kota tunggal Jakarta, tempat turunnya Ki Panji Kusmin dalam “Langit Makin Mendung” yang memaksa HB Yassin duduk manis dibangku pengadilan menghadapi persidangan.


Kalau novel GAYAGAY karya Dann Julian yang berdasarkan “Kontroversi Dunia Gay Investigasi Jurnalistik” itu merupakan kebenaran yang diimajinasikan, maka kota metropolitan Jakarta hampir mendekati kota terkutuk yang sama dengan kota kembar Sodom dan Gomorah di jaman purba, atau mendekati kota Bagdad di jaman Khalifah Abasiah yang dihancurkan Halagu dari Mongol. Atau paling tidak hampir sama dengan kota Granada yang digusur dari Spanyol oleh gabungan tentara Kristen dan Katolik dibawah pimpinan Raja Ferdinand II dari Arogan dan Ratu Isabelle I dari Castilia. Sehingga muslim di Andalusia menjadi kelompok urban Gipsy yang bergaya seperti gay.

Kehancuran ketiga kota itu, gayanya mendominasi kehidupan para penjabat yang berkuasa. “Nomentum Raksasa  yang dicontohkan Tuhan, yaitu ketika kelompok urban yang dipimpin Nabi Luth akan memasuki kota Sodom, mereka ditolak oleh penduduk dan penguasanya, mereka dianjurkan membangun permukiman sendiri di kaki gunung Gomorah.

Dibawah pimpinan Nabi Luth mereka membuat perkemahan dikaki gunung Gomorah, tetapi secara tidak sengaja mereka menemukan tambang garam yang berlimpah. Suatu komoditi yang sangat dibutuhkan pada jaman itu. Sehingga membuat pemukiman itu menjadi kota perdagangan yang menyaingi kota Sodom, dan sering disebutnya sebagai kota kembar.

Tetapi kehidupan pada kedua kota megah, menjadi kacau balau berhubung rana libido pada sesama jenis. Lalu Luth diperintah Tuhan untuk meninggalkan kota mewah itu. Sebab akan dihancurkan Tuhan dengan gempa yang meratakan kota itu, tertimbun bebatuan gunung Gomorah yang pernah di keduk untuk mengambil garamnya.

Selain kota Bagdad, ratusan abad sesudah hancurnya kota Sodom dan Gomorah, ada kota metropolitan di Timur Tengah Dubai dan Riyadh. Sebagai pelanjut kebesaran kota abil diantara sungai Trigis dan Elfurat. Pada saat puncaknya sebagai kota “Seribu Satu Malam” dibawah sejumlah dinasti kota Bagdad mulai goyang kebesarannya, ketika kedatanga ratusan urban dari Turki, dari Afghan dan dari Iran, yang berstatus gay, maskulin yang bergaya feminin.

Mereka ditempatkan di sejumlah Qasbah, pusat perdagangan yang sibuk, sebagai pekerja yang luwes, tetapi setiap malam di kota “Seribu Satu Malam”  sering terjadi perkelahian dan pembunuhan, hanya untuk memperebutkan para gay. Sehingga Majlis Ulama Istana (MUI) memutuskan untuk mengevakuasi ratusan gay untuk memasuki istana rumah keluarga, sebagai pembantu, pelayan, juru masak, perias, penghibur dan kerja yang lain. Tetapi apa yang terjadi kemudian?. Mereka berselingkuh dengan harem raja dan harem juragan.

MUI tak bisa memutusnya, tetapi kuasa raja lebih cepat memutuskan. Mereka diburu-buru dan dihukum mati. Ratusan bergelimpangan di jalan jalan. Mereka yang ingin melindungi, termasuk orang yang harus dihukum rajam. Apapun alasan Halagu dari Mongol, dihalau pembantaian itu, tentaranya memasuki kota Bagdad dengan kejam. Istana raja dibakar, penduduknya dibantai yang baru saja membantai gay. Satu ujian yang paling berat bagi Bagdad.

Berlain yang di Granada Anadalusia. Masjid Cardova dan gedung perpustakaan Alhambar cuma menjadi sanksi bisu. Dr. Sir Muhammad Iqbal ketika di Cardova hanya menangis tersengak sengak sangat dalamnya. Sebab Granada dan Masjid Cardova merupakan kejayaan yang dibangun Jabal bin Tharek, ketika mendaratkan armadanya didaratkan Eropa dan membakar ratusan kepalnya seraya mengucap kata semangat “Didaratkan sana ada sorga, kembali kebelakang, ada laut dan neraka.” Maka kota Granada yang dibangun merupakan kota ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

Sebagai kota metropolitan maskulin Eropa tampak lebih feminin maka rana libido menjadi camput baur. Kekayaan yang diperolehnya dikorupsi untuk diri sendiri, hanya untuk memiliki ratusan gay sebagai harem yang berkulit mulus seperti salju, tetapi bertubuh hangat seperti sahara. Maka kota Granada dibangun oleh Ben Ahamar yang bergamis serba merah pada tahun 1232, dalam waktu yang cukup panjang, selama 300 tahun. Granada tersungkur, alhambara gersang dan Masjid Cardova menangis. Dan Andalusia bukan Indonesia, semoga sejarahnya tidak berulang disini.

Kemudian jika membaa novel GAYAGAY karya Dann Julian dari sisi spiritualnya, merupakan satu peringatan secuwil tentang Indonesia dan Jakarta. Sebab di Jakarta awal kehidupan gay yang disebut secara impirik dengan sebutan “Selebriti” telah memasuki zona zona kehidupan para pulitisi digedung DPR, tokoh tokoh masyarakat di lobi lobi hotel, dan di kalangan seniman yang bukan seniman. Mereka semua bergaya seperti “gaya gay”. Sekalipun akhirnya ada didepan pengadilan dan masuk penjara.

Barangkali Dann Julian, masih memiliki sejumlah dokumen dan catatan yang lebih lengkap tentang gay yang telah menyusup dirana birokrasi. Sebab perkara kriminal yang sering diungkap di media, tak pernah diselesaikan kasusnya, jika sudah terbentur urusan perempuan dan gay.

Semoga novel mungil yang bersampul buah apel yang seperti jantung dan diterbitkan PT. Pustaka Sinar Harapan itu merupakan novel peringatan bagi para pejabat yang belum terserempet oleh kehidupan para gay. Sebab Jakarta bukan Sodom dan Gomorah seperti yang pernah diucapkan Panji Kusmin dalam “Langit Makin Mendung”. Jakarta bukan Bagdad yang dipimpin Saddam Husein dan Jakarta ada di Indonesia bukan di Andalusia.


Hasnan Singodimayan
Pengarang "Suluk Mu'tazilah"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar