Cari Entri lain

Kamis, 30 Januari 2014

INTUISI



Urusan karang mengarang tidak terkait secara langsung dengan fakultas sastra, tetapi Fakultas sastra yang harus mengaitkan dengan urusan karang-mengarang, terutama program studi pendidikan bahasa, sastra Indonesia dan bahasa daerah. Sebab karang mengarang hanya terkait dengan intuisi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu ilmu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektual, sebab merupakan bagian dari komponen jiwa dan raga, komponen ruh dan jasmani.
Intuisi secara psikis punya tingkatan atau klasifikasi secara khusus pada setiap individu atas kehendak Tuhan yang member anugrah. Intuisi itu secara kejiawaan terbagai dalam beberapa tingkatan.
Intuisi tingkat tertinggi atau Maha tinggi, disebut wahyul kasyaf atau wahyu tingkat menengah disebut irhas dan ilham wangsit. Sedang tingkat terbawah disebut wisik atau bisikan hati, sering dalam wujud firasat.
Wahyul – khasyaf, hanya dipercayakan Allah Subhanallahu Wataala pada tiga orang manusia sebagai Nabi pilihan, yaitu Muhammad Rosulullah, Isa Almasih dan Musa Alaihisalam dengan memperoleh kitab suci yang harus dipercaya kebenarannya secara mutlak sebagai Kalam Ilahi atau Sabda yaitu Taurat, Injil dan Al Qur’an.
Perkembangan lebih lanjut dalam perjalanan sejarah, menjadi urusan religio Antropologi. Taurat yang tersusun tidak lengkap. Injil yang dikurangi dan ditambahi oleh para rosul penerusnya dan Al Qur’an yang ditafsir salahkan oleh Israil potensi kata-katanya dan masih banyak lagi yang harus di benarkan.
Sedang para Nabi yang lain dan sejulah pemikir sejamannya yang jumlahnya cukup banyak, baik yang ada di Yunani Maksedonia, di China, di India dan di Nusantara, mereka hanya memperoleh wahyu atau hidayat yang kadang-kadang didukung oleh Mu’jizat yaitu suatu kejadian luar biasa di luar kemamouan akal berfikir manusia berupa fenomena alam dan fenomena keadaan.
Intuisi tingkat menengah yang dinamakan Irhas dipercayakan pada Auliya atau para wali, pada cendikiawan jenius. Seperti Einstein yang menemukan teori Nisbi, para filusuf dan para seniman Sufi, seperti Rumi, Al-Arabi dan penyair caliber dunia seperti Prabu Jayabaya dan Dr. Sir Muhammad Iqbal yang mendahului jamannya dalam kakawin dan Asrari Khudinya. Sedang ilham yang kadar intusisinya disebut inspirasi milik dan dipercayakan pada seniman dan sastrawan yang terkait dengan karang – mengarang yang akan diuraikan sebagai suatu pengalaman spiritual untuk dijadikan wawasan.
Adapun intuisi yang disebut wisik atau bisikan hati, merupakan intuisi terbawah berupa firasat. Adalah milik kebanyakan orang, milik kita semua. Tetapi kurang dipahami oleh setiap orang. Wisik bisa diupayakan untuk memperoleh ilmu pengetahian di luar kehendaknya.
Tetapi oleh sebagaian orang yang kurang memahami nilai spiritualnya. Lantas merasa dirinya yang memperoleh wisik itu, setengkat dengan wali dan mengaku dirinya Nabi, sebagai wali. Apalagi wisik itu diupayakan untuk memperoleh ilmu guna-guna dengan sejumlah kajian ramalan dan matra-mantra dengan cara menciptakan sejumlah kata magi. Apakah itu magi putih, magi hitam, magi merah atau magi kuning (white magic, black magic, red magic, yellow magic). Di Banyuwangi disebut ilmu santet.
Pembahasan ini kita batasi pada uraian tentang intuisi yang disebut inspirasi atau ilham. Terbatas pada urusan karang-mengarang sebagai karya sastra, baik puisi maupun prosa, baik cerpen maupun novel.
Sebab setiap jiwa manusia secara pribadi memiliki potensi yang disebut Bio-electron. Sebagai situs hayati. Kemudian disekililingi manusia terdapat sejumlah media benda yang mengandung Bio-plasma yang juga merupakan situs materi.
Hubungan atau pertemuan antara situs Bio-electron dan situs Bio-Plasma, akan melahirkan Bio-energi, merupakan suatu kekuatan yang bisa merubah keadaan sebaagai karya cipta yang kreatif jadi tulisan dan buku.
Tetapi bio-electron pada setiap diri manusia harus selalu di asah dengan ketekunan membaca. Baik membaca ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya sendiri da masyarakat, maupun membaca keadaan sekitarnya. Bangsanya, negaranya dan kehidupan sekelilingnya.
Operasionalnya, bukan dengan cara menyendiri di tempat yang sepi dan hening, menunggu datangnya inspirasi, tetapi harus dicari dan diburu. Ya ayuhal mudatsiqum andir. Pemburuhan itu, boleh di keheningan malam ketika di perpustakaan, maupun dalam kehidupan ramai ditengah – tengah masyarakat.
Kemudian inspirasi yang telah diperolehnya itu, harus diramu, di godog, dimasak dengan imajinasi, suatu proses yang menghasilkan dan melahirkan cita dan citra. Bentuk idealism yang bisa ditebar, sebagai suatu kebenaran yang tidak harus dipercaya kebenarannya, sebab dilahirkan oleh imajinasi.
Sumber untuk mengolah imajinasi yang tidak terkait oleh waktu, ruang dan keadaan itu, harus didukung oleh intelgensi, suatu kecerdasan atau keahlian pada bidangnya masing-masing. Kalau mau menciptakan lagu, harus menguasai salah satu alat music mengenal notasi. Baik peatonik maupun detatonik. Kalau menggarap ari, harus mendalami koreografinya.
Demikian juga mereka yang mau mengarang dan menjadi pengarang, baik cerpen dan novel atau cerita lain. Harus ada perangkat pendukungnya, yaitu liguistik, dasar ilmu bahsa. Terutama bahasa Indonesia dengan segala kelengkapannya. Jangan cuma asal mengarang.
Intusi atau inspirasi yang telah didukung oleh imajinasi dan intelgensi, harus punya sasaran idealism, berupa situs yang kita percaya mengandung Bio-plasma. Berupa kekuatan materi yang berisi nutfah hidup, berupa berbagai macam inti atom.
Tuhan memberikan petunjuk tentang situs materi itu dengan menghadap Kiblat sebanyak 17 kali, sehari semalam yang mengarah pada Ka’bah. Suat situs materi yang mengandung Bio-plasma yang bersifat sangat abadi.
Sebelumnya situs-situs yang mengandung bio-plasma itu, ada dimana-mana. Bangsa Israil maish percaya pada Bio-plasma yang ada di gunung Sinai dan tembok Sulaiman. Orang-orang Nasrani, situsnya berada pada Salib di puncak bukit galilia. Orang hindu pada puncak gunu Himalaya, gunung Agung dan sungai Gangga. Bangsa mesir pada patung Spinx dan aliran sungai Nil.
Dan masih banyak lagi situs-situs berupa benda yang dinilai mengandung bio-plasma. Situs yang mengandung bio-plasma karbon, tidak bisa terbakar oleh api. Seperti peristiwa Nabi Ibrahim di Babilonia. Dan peristiwa kecil terbakarnya Hotel Bali di Sanur. Sebuah kamar tidak hangus oleh api.
Sedang para pengarang secara umum, situs-situsnya berada di kitab dan buku-buku diperpustakaan yang memadai atau pada lingkungan sekitarnya yang harus bisa dibaca inspirasinya.
Dikalangan yang intuisinya hanya terbatas pada wisik dan bisik. Maka situs yang dipercaya mengandung bio-plasma juga terbatas hanya pada benda-benda yang dikeramatkan, semacam kuburan, gua, batu-batu aneh, baik besar maupun kecil, keris atau benda benda lain yang dianggap angker atau yang diangker-angkerkan.
Bio-plasma sebagai sasaran idealism jika menyatu dengan bio-electron, bakal melahirkan bio-energi, sebagai suatu karya cipta. Kadar penciptanya sebagai suatu karya, berada di tangan pembaca dan kritikus sastra. Baik itu puisi, esay, cerpen dan novel.
Jika meluas pada para Nabi, melahirkan Mu’jizat yang sangat menakjubkan sebagai petunjuk hidup. Berupa kitab dan petuah-petuah. Jika menyempit pada karya dukun, melahirkan mantra-mantra satet dengan berbagai macam ramalan yang sulit diramalkan.
Proses penjiwaan yang terkandung pada intuisi dengan berbagai tingkatan dan klasifikasi semacam wahyul kasyaf, wahyu irhas, ilham dan wisik. Serta proses lebih lanjut pada diri pribadi. Setiap individu yang mengandug bio-electron dan benda-benda yang mengandung bio-plasma dan proses lebih lanjut sebagai bio-energi, bukan merupakan kajian teoritis di laborat atau berada di ruang-ruang kampus. Tetapi suatau kenyataan yang berlaku dilapangan sejak manusia dipercaya Tuhan sebagai khalifah fi muka bumi.

HASNAN SINGODIMAYAN
Pengarang ‘Suluk Mu’tazilah’

SEJARAH KITAB KEJADIAN



            Sejarah Kitab Kejadian selalu diterjemahkan secara verbal menurut kosa kata dan kalimatnya, sehingga melahirkan cara berpikir yang dogma. Tanpa imajinasi sama seklai. Mentah dan kaku. Terbatas dan seutas.
          Sebermula dimulai dari Sabda dan cerita tentang Adam dan Hawa yang di Sorga yang memakan buah “Khuldi” yang kemudiandiusir dari dalamnya, turun ke bumi telanjang bulat seperti Tarzan, tanpa adanya latar belakang SUNNAH, baik “Sunnatullah atau Sunnaturrasul”, yaitu hukum Evolusi dan hukum Revolusi. Sebab yang namanya Aadam dan Haawa yangd disebut “HOMOZOON”, berjumlah cukup banyak. (berdasar kaidah bahasa Arab, kadar huruf panjang, berarti jamak).
            Berdasar Sunnatullah, mereka berkeliaran dimuka bumi yang masih ganas dan liat. Mereka menempati gua gua alam tempat berlindung dari panas dan dingin, dari badai dan salju. Memakan sesuatu yang bisa dimamah dan diketemukan. Yang terasa enak dan lunak, dilalapnya dengan lahab, yang pahit dan kenyal dimuntahkan. Hidupnya sangat bebas “seperti” di alam Sorga, tanpa beban moral semacam primata.
            Sifat Tuhan yang ARRAHMAN DAN ARROKHIM berdasarkan SUNNATULLAH, melemparkan api dari angkasa berupa halilintar dan menyemburkan api dari perut bumi berupa letusan yang bakal jadi gunung, merupakan dua sifat Tuhan yang utama ARRAHMANIRRAHIM.
            Maka energi api yang berkeliaran sekitarnya dan membakar segalanya. Maka mereka kemudian “BERZDIKIR” dengan “BUDI DAYANYA”, menjadikan api itu bermanfaat untuk dirinya. Bisa melumatkan benda yang keras, bisa melunakkan daging dan akar menjadi enak, menghangatkan tubuh yang masih telanjang dan menerangi sekitar ketika gelap.
            Maka proses lebih lanjut, para HOMOZOON itu mengikuti SUNNATURASUL, memakan buah khuldi berupa “BUAH KEBUDAYAAN”. Maka mereka telah terlempar dari habitas Surgawi yang seperti perilaku ZOON yang bebas tak terbatas dalam segala kegiatan, termasuk rana libide yang tidak mengenal jalur darah.
            Kemudian ADAM dipercaya Tuhan sebagai KHALIFAH. Sebagai Penguasa bumi dan isinya, karena dengan budidayanya mengenal nama nama sekitarnya. Hanya mahluk yang dicipta dari energi API yang menentangnya, yaitu SETAN. Mahluk yang dicipta dari energi CAHAYA semaam MALAIKAT, mematuhi apa yag diperintahkannya. Populasi Adam dan Hawa, sudah bisa dinyatakan sebagai HOMONICUS bukan lagi HOMOZOON.terlepas dai kehidupan tak berkebudayaan.
            Generasi selanjutnya yang belum bisa membuat api. Seorang diantara mereka yang dipandang sudah tua atau udzur. Dipercaya sebagai Penyala api agar tak padam. Proses lebih lanjut. Penyala api itu diangkat sebagai tetua atau pandeta dengan julukan apapun. Tetapi proses budaya lain yang menyimpang dari SUNNATULLAH. Penyala dan Api itu dianggap sebagai Pencipta api yang sama dengan TUHAN dan dipertuhankan. Api itu disembah dan dipuja dengan ritual purba.
            Generasi Adam yang secara umum disebut BANI ADAM, ketika sudah mampu membuat api dalam produk budaya yang bersumber dari sinar MATAHARI, telah memuja matahari itu sebagai “RA”, sebagai Tuhan. Generasi Adam yang telah menemukan “LEMBAH SUBUR” untuk bercocok tanam, disebutnya RAS KABIL dan yang masih berada di padang luas, berkelana dengan gembalanya, disebut RAS HABIL. Jadi Kabil dan Habil itu, bukan anak Adam secara genetik, tetapi merupakan anak Adam secara generatif. Ras Kaukasid dan Ras Mongoloid.
            Mereka saling berebut “LEBAH SUBUR” sebagai lahan kehidupannya, untuk bercocok tanam dan untuk mengembala ternak. Lembah subur itu dalam mitos disebut dengan nama IKLIMAH, selalu ditafsirkan sebagai SOSOK PEREMPUAN. Diberbagai tempat namanya berbeda beda. Di lingkungan masyarakay Hindu yang sangat dekat dengan Habil, disebutnya Dewi Sri dan ditempat lain dinamakan Shridei, Sanghyang Sari, Nyi Pohaci.
            Untuk memperoleh Lembah Subur itu, diperlukan kekuatan dan persenjataan dalam memperebutkan IKLIMAH antara Kabil dan Habil. Dalam kitab suci disebutnya “Awala qutila alaihi Nas” (Mula pertama manusia kenal perang). Kemudian diangkat dalam bentuk epos Mahabrata Ramayana oleh generasi di Bharat yang beragama Hindu dengan cerita Bharata Yuda dengan tokoh Rama yang mungkin gambaran Habil.
            Sejarah Kitab Kejadian masih terus berlanjut pada Era Nabi Nuh yang Kaukasid, menempati Lembah Subur dengan status sebagai Kerajaan Purba. Nuh yang senang berpetualang dengan sejumlah orang orangnya DIKELUASAN PANGAE. Mereka mendapati “batas air yang tidak terbatas luasnya”. SUNNATULLAH berupa alam gratifikasi, membuat Nabi Nuh dan orang orangnya BERZDIKIR seribu kali “jika air yang tidak terbatas itu melimpah ke lembah, maka kerajaan dan gunung gunung yang melindungi lembah itu, berapapun jauhnya bakal tenggelam”.
            Sebagaian besar ummat Nabi Nuh termasuk keluarga dan penguasanya tidak pernah bisa percaya, sebab mereka tidak pernah tahu adanya “AIR YANG TIDAK TERBATAS ITU”. Nuh dan orang orangnya ditertawakan dan diolok olok, karena membuat armada raksasa di daratan, bukan semacam biduk diperairan sungai disekitarnya. Armada Nabi Nuh oleh para pengikutnya, dimuati semacam hewan ternak yang mudah berkembang biak.
            Ketika terjadi “BAH NABI NUH”, SEJUMLAH PANGAE berserakan menjadi BENUA berdasar pada SUNNATULLAH. Amerika Selatan terlempar dari Afrika. Amerika Utara terlepas dari Eropa. Afrika terbelah dari Eropa, menjadi laut Mediterian, bekas Kerajaan Nabi Nuh. Asia berserakan menjadi jazirah dan sejumlah kepulauan, akibat pangae Atlantik tenggelam, sehingga Australia hanyut ke selatan. Konon Armada Nabi Nuh, terdampar di Asia tengah, tersisa sejumlah air yang tak terbatas berupa Lautan danau yang kemudian bernama Laut Hitam, Laut Kaspia, Laut Aral, Laut Azov dan sejumlah danau kecil di sekitarnya.
            BAH NABI NUH, bukan dongeng dan bukan peristiwa lokal hanya setempat, tetapi erupakan SUNNATULLAH yang wajib di iring dengan ucapan ALLAHU AKBAR sebab ratusan juta tahun kemudian, pepohonan raksasa sekitar lembah lembah hutan belantara itu. Tertimbun didasar bumi, bergelimpangan di dalam perutnya. Menjadi “rosil” yang diselimuti “carbon”, merupakan bahan utama pnghasil MINYAK BUMI yang berlimpah ruah. Gunung Thursina yang berada di pusatnya hanya sebagai saksi bisu.
            “Demi pepohonan purba yang tertimbun ratusan juta tahun. Demi minyak bumi yang dihasilkan kemudian. Gunung Thursina hanya menjadi saksi bisu. Maka Timur Tengah dan sekitarnya, telah memperoleh kemakmuran yang berlimpah ruah. Karena Tuhan telah menciptakan manusia yang berakal canggih” (Wa tieni, Wa Zaituni, Wa Thurisina, Wa hada Baladil Amin. Laod Halaknal Insana fi Ahsanil Tajwim). Maka Timur tengah kemudian menjadi IKLIMAH yang menjad perebutan negara adi kuasa. Masih berada dipelukan Rahwana.
            Jadi arti pohon TIEN jangan diartikan sempit secara verbal. Akan tetapi Pepohonan purba yang tertimbun dijaman Nabi Nuh ketika dilanda limpahan air bah. Demikian juga dengan istilah buah ZAITUN, bukan huah yang tumbuh di Palestina yang disukai bangsa Israil, tetapi BUAH MINYAK BUMI yang digali manusia berakal canggih.
            Akal manusia yang canggih, harus berjalan menurut “Sunnaturrasul”, tidak melawan “Sunnatullah”, seperti ketika diketemukan bulatan RODA oleh Nabi Hud untuk memperlancar perjalanan manusia dengan berputar berdasar pada Sunatullah. Merupakan bentuk revolusi jaman purba. Yang kemudian diproduksi secara besar besaran oleh bangsa Babil dan Mesir, digunakan untuk mengankut batu batu piramid dan granit.
            Begitulah Sejarah Kitab Kejadian yang harus disampaikan, bukan dengan PEMBOHONGAN DAN PEMBOOHAN. Seakan akan Agama dan para Nabi itu, sekedar Cuma dongeng untuk menina bobokkan manusia. Nabi dimuka bumi ini cukup banyak. Hampir disetiap bangsa anak keturunan Adam, terdapat beberapa orang genius yang bisa disebut Nabi. Tetapi yang tercatat di kitab suci hanya 25 orang. Mereka telah melakukan SUNNAHTURASUL, melakukan bentuk revolusi, menjungkir balikkan keadaan.
            Nabi Ibrahim leluhur para nabi yang dua puluh lima itu, telah melakukan revolusi kepercayaan di kerajaan Babilonia dengan menyatakan dimuka umum “KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Berlain dengan Dzul Qurnain yang di Maksidonia, yang tidak tercatat sebagai nabi. Pernah mengikuti kemauan Ummatnya memburu “RA” yang dianggap sebagai Tuhan. Perburuannya sampai di pegunungan Alpen, tetapi RA menghilang ditelan ufuk. Mereka mengaku salah perhitungan, bukan diburu tetapi dijemput.
            Merela berbalik ke timur dengan sejumlah kuda dan keretanya yang masih sigap menyusuri berbagai gunung danpegunungan. Ketika sampai ditepian sungai Indus. Mereka melihat RA melayang dengan tenang dihadapan hidung mereka. Maka Zdul Qurnain kemudian berkata “RA itu bukan Tuhan, tetapi yang menciptakan RA itulah yang sebenarnya Tuhan. Tidak bisa dipikir dan tidak bisa dibayangkan” (Wa lam yakul lahu kufian ahad).
            Masih banyak jumlah ayat atau bukti empirik diberbagai macam surah dan mahsab (kitab kitab agam) dan sejumlah penemuan pertikel Sejarah Kitab Kejadian itu tidak harus dipaksakan dengan mencari tahun dan masanya, tetapi pada PERISTIWANYA asal dikaji dengan SUNNATULLAH DAN SUNNAHTURRASUL, dikaji dengan hukum eolusi dan hukum revolusi.
            Hukum revolusi tengah berlaku detik ini, berupa Jaringan informasi yang begitu canggih, seakan bentuk wahyu sudah berada ditangan manusi, berkat manusia yang AHSANUL TAKWIM berdasar Sunnatullah bersumber dari Sunnatullah. Kedua hukum itu harus berjalan seimbang yang banyak disebut dalam kitab kitab suci.
            Mereka yang menolak proses evolusi dan proses revolusi, sekalipun menyatakan dirinya beragama dan melakukan ritual agama. Sesungguhnya mereka itu maih tergolong ATHEIS. Sebab mereka masih menjauh dari perkembangan ilmu pengetahuan. Takut pada proses evolusi dan proses revolusi yang terus bergerak sepanjang jaman.

HASNAN SINGODIMAYAN
Pengarang “Suluk Mu’tazila”

Senin, 13 Januari 2014

GAYAGAY = GAY (A) PURBA


             

Kehidupan kaum gay dengan segala macam gayanya, sudah ada sejak jaman purba, sebab merupakan qadrat Tuhan yang menciptakan manusia gender dalam jenis kelamin ganda, untuk dijadikan sebagai ujian dan godaan bagi manusia yang beriman. Sejarahnya cukup panjang untuk dikaji. Sejak kota kembar Sodom - Gomorah, sampai kota tunggal Jakarta, tempat turunnya Ki Panji Kusmin dalam “Langit Makin Mendung” yang memaksa HB Yassin duduk manis dibangku pengadilan menghadapi persidangan.


Kalau novel GAYAGAY karya Dann Julian yang berdasarkan “Kontroversi Dunia Gay Investigasi Jurnalistik” itu merupakan kebenaran yang diimajinasikan, maka kota metropolitan Jakarta hampir mendekati kota terkutuk yang sama dengan kota kembar Sodom dan Gomorah di jaman purba, atau mendekati kota Bagdad di jaman Khalifah Abasiah yang dihancurkan Halagu dari Mongol. Atau paling tidak hampir sama dengan kota Granada yang digusur dari Spanyol oleh gabungan tentara Kristen dan Katolik dibawah pimpinan Raja Ferdinand II dari Arogan dan Ratu Isabelle I dari Castilia. Sehingga muslim di Andalusia menjadi kelompok urban Gipsy yang bergaya seperti gay.

Kehancuran ketiga kota itu, gayanya mendominasi kehidupan para penjabat yang berkuasa. “Nomentum Raksasa  yang dicontohkan Tuhan, yaitu ketika kelompok urban yang dipimpin Nabi Luth akan memasuki kota Sodom, mereka ditolak oleh penduduk dan penguasanya, mereka dianjurkan membangun permukiman sendiri di kaki gunung Gomorah.

Dibawah pimpinan Nabi Luth mereka membuat perkemahan dikaki gunung Gomorah, tetapi secara tidak sengaja mereka menemukan tambang garam yang berlimpah. Suatu komoditi yang sangat dibutuhkan pada jaman itu. Sehingga membuat pemukiman itu menjadi kota perdagangan yang menyaingi kota Sodom, dan sering disebutnya sebagai kota kembar.

Tetapi kehidupan pada kedua kota megah, menjadi kacau balau berhubung rana libido pada sesama jenis. Lalu Luth diperintah Tuhan untuk meninggalkan kota mewah itu. Sebab akan dihancurkan Tuhan dengan gempa yang meratakan kota itu, tertimbun bebatuan gunung Gomorah yang pernah di keduk untuk mengambil garamnya.

Selain kota Bagdad, ratusan abad sesudah hancurnya kota Sodom dan Gomorah, ada kota metropolitan di Timur Tengah Dubai dan Riyadh. Sebagai pelanjut kebesaran kota abil diantara sungai Trigis dan Elfurat. Pada saat puncaknya sebagai kota “Seribu Satu Malam” dibawah sejumlah dinasti kota Bagdad mulai goyang kebesarannya, ketika kedatanga ratusan urban dari Turki, dari Afghan dan dari Iran, yang berstatus gay, maskulin yang bergaya feminin.

Mereka ditempatkan di sejumlah Qasbah, pusat perdagangan yang sibuk, sebagai pekerja yang luwes, tetapi setiap malam di kota “Seribu Satu Malam”  sering terjadi perkelahian dan pembunuhan, hanya untuk memperebutkan para gay. Sehingga Majlis Ulama Istana (MUI) memutuskan untuk mengevakuasi ratusan gay untuk memasuki istana rumah keluarga, sebagai pembantu, pelayan, juru masak, perias, penghibur dan kerja yang lain. Tetapi apa yang terjadi kemudian?. Mereka berselingkuh dengan harem raja dan harem juragan.

MUI tak bisa memutusnya, tetapi kuasa raja lebih cepat memutuskan. Mereka diburu-buru dan dihukum mati. Ratusan bergelimpangan di jalan jalan. Mereka yang ingin melindungi, termasuk orang yang harus dihukum rajam. Apapun alasan Halagu dari Mongol, dihalau pembantaian itu, tentaranya memasuki kota Bagdad dengan kejam. Istana raja dibakar, penduduknya dibantai yang baru saja membantai gay. Satu ujian yang paling berat bagi Bagdad.

Berlain yang di Granada Anadalusia. Masjid Cardova dan gedung perpustakaan Alhambar cuma menjadi sanksi bisu. Dr. Sir Muhammad Iqbal ketika di Cardova hanya menangis tersengak sengak sangat dalamnya. Sebab Granada dan Masjid Cardova merupakan kejayaan yang dibangun Jabal bin Tharek, ketika mendaratkan armadanya didaratkan Eropa dan membakar ratusan kepalnya seraya mengucap kata semangat “Didaratkan sana ada sorga, kembali kebelakang, ada laut dan neraka.” Maka kota Granada yang dibangun merupakan kota ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

Sebagai kota metropolitan maskulin Eropa tampak lebih feminin maka rana libido menjadi camput baur. Kekayaan yang diperolehnya dikorupsi untuk diri sendiri, hanya untuk memiliki ratusan gay sebagai harem yang berkulit mulus seperti salju, tetapi bertubuh hangat seperti sahara. Maka kota Granada dibangun oleh Ben Ahamar yang bergamis serba merah pada tahun 1232, dalam waktu yang cukup panjang, selama 300 tahun. Granada tersungkur, alhambara gersang dan Masjid Cardova menangis. Dan Andalusia bukan Indonesia, semoga sejarahnya tidak berulang disini.

Kemudian jika membaa novel GAYAGAY karya Dann Julian dari sisi spiritualnya, merupakan satu peringatan secuwil tentang Indonesia dan Jakarta. Sebab di Jakarta awal kehidupan gay yang disebut secara impirik dengan sebutan “Selebriti” telah memasuki zona zona kehidupan para pulitisi digedung DPR, tokoh tokoh masyarakat di lobi lobi hotel, dan di kalangan seniman yang bukan seniman. Mereka semua bergaya seperti “gaya gay”. Sekalipun akhirnya ada didepan pengadilan dan masuk penjara.

Barangkali Dann Julian, masih memiliki sejumlah dokumen dan catatan yang lebih lengkap tentang gay yang telah menyusup dirana birokrasi. Sebab perkara kriminal yang sering diungkap di media, tak pernah diselesaikan kasusnya, jika sudah terbentur urusan perempuan dan gay.

Semoga novel mungil yang bersampul buah apel yang seperti jantung dan diterbitkan PT. Pustaka Sinar Harapan itu merupakan novel peringatan bagi para pejabat yang belum terserempet oleh kehidupan para gay. Sebab Jakarta bukan Sodom dan Gomorah seperti yang pernah diucapkan Panji Kusmin dalam “Langit Makin Mendung”. Jakarta bukan Bagdad yang dipimpin Saddam Husein dan Jakarta ada di Indonesia bukan di Andalusia.


Hasnan Singodimayan
Pengarang "Suluk Mu'tazilah"

Kamis, 09 Januari 2014

SANGHYANG SIRAH


 SANGHYANG SIRAH
                                                            Hasnan Singodimayan
 
Mitos Sanghyang Sirah yang bersumber dari jangka Jaya Baya, telah dipersempit penggambarannya hanya berkisar di "Ujung Kulon" pulau Jawa di ranah Banten. Tetapi kenyataan sebenarnya, setelah ilmu pengetahuan menemukan gambar peta dengan skala yang benar maka, mitos Sanghyang Sirah berada di "Puju Wetan" pulau Jawa. di ranah Blambangan.
Era Jaya Baya di kerajaan Dhaha, ilmu pengetahuan belum mengenal gambar peta. Bagaimana sebenarnya bentuk pulau Jawa ketika itu. tak seorangpun yang mampu membayangkan. tetapi intuisi Jaya Baya sudah mendahului Jamannya dengan peta "Sanghyang Sirah" dalam skala religi yang matematik.
Bahwa gambar pulau Jawa yang diketemukan ilmu pengetahuan, seperti orang yangmelakukan "SESEMBAHAN" dalam posisi berdiri. Jika "Puju Wetan" berada diatas. Ranah Blambangan seperti kepalanya dan otaknya. Probolinggo, Malang, dan Lumajang, berbentuk seperti lehernya. Pulau Madura merupakan dekapan dua tangan yang melakukan sesembahan. Surabaya dan sekitarnya merupakan dadanya. Berjantung ada di Kediri Dhaha.
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, tergambar seperti perutnya yang langsing. Jawa Barat bagian dari gambar pinggulnya. Karisedenan Banten, gambar betis dan kakinya. Sedang lututnya terletak di Daerah Khusus Ibukota jakarta. Dalam pameo Jawa sering disebutnya "bondo dengkul".
Pulau Bali dan Lombok yang terletak diatas “Sirah Jawa”, merupakan bentuk harapan dan angan-angan, seorang abdi atau para penyembah, untuk memperoleh Nirwana atau Jannatun Na’im. Semenanjung Blambangan bagiab dari Taman Nasional Alas Purwo, merupakan Mahkotanya “Sirah Jawa”. Dijadikan sebagai wilayah mistik, untuk memperoleh intuisi kadar tertinggi guna mendapat kekuatan spiritual. Sejumlah tokoh tokoh nasional pernah kesana. Terutama diera tahun *2014* sekarang ini, mahkota Blambangan sarat dikunjungi tokoh tokoh politik dan caleg.
Pemutar balikan mitos “Sanghyang Sirah” dari Blambangan ke Ujung Kulon Banten, mula pertama dilakukan Kesultanan Mataram, untuk menyudutkan Ranah Blambangan sebagai rival dan memperoleh dukungan Kompeni yang pernah dihancurkan Kerajaan Blambangan dalam perang “Puputan Bayu”. Dan berlanjut oleh Penguasa Hindia Belanda, agar kekuatan Blambangan yang masih dukung-mendukung dengan Kerajaan Bali, bisa terputus oleh mitos itu. Bahwa “Sanghyang Sirah” berada di Ujung Kulon pulau Jawa pada kuasa Kesultanan Banten.
Dikarangnya brbagai macam cerita mitos pada sejumlah batu karang yang mencuat seperti kepala orang disekitar Ujung Kulon. Mitos lain yng dikarangnya adalah pertemuan Sunan Kalijaga dan Nabi Khaidir atau “Batu Qur’an” yang berada di kolam Cibulukan Pandegelang dan mandi bersama dikolamnya. Tetapi mitos alami yang tidak dikarang, jangan dianggap sebagai “Gugon-Tuhan”
Mitos itu asih merupakan bagian dari kepercayaan manusia yang diangkat oleh Tuhan, sebagai Khalifah di muka bumi dengan perintahnya “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah mencipta alam dari sejumlah partikel KUN FAYAKUN” (Hingga Bosson). Partikel Tuhan yang baru diketemukan itu, merupakan pintu gerbang SAINS untuk meneliti keberadaan alam gaib untuk mengurai misteri Kehidupan alam yang sarat dengan mitos dan mistik.
Sejarah perkembangan Jawa, sejak jaman purna sampai jaman modern saat ini, selalu menjadi kejian para pakar dari berbagai bidang. Sebab Jawa tidak pernah terlepas dengan perkembangan agama agama besar di dunia danselalu ditumpang oleh perkembangan budayanya yang bernilai sangat agung dan relig.
Sisa sisa prassejarah dengan diketemukannya tulang belulang Homozon di Sangiran serta perkembangannya lebih lanjut sekian satus ribu tahun kemudian berdiri wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya dengan sejumlah candi yang bernilai sangat tinggi. Borobudur  dan Prambanan, Penataran dan Trowulan, telah meninggalkan suatu jejak religi. Bahwa Jawa, merupakan pusat kebudayaan dunia, sejajar dengan Babilonia dan Mesopotamia.
Sejarahnya bersifa sangat religi, mengikuti “Sunnatullah dan Sunnaturasul” (hukum evolusi dan Hukum Revolusi). Agam Budha yang berpusat di Sriwijaya, pengembangannya ada di Jawa. Berkembangnya agama Hindu di Jawa berjalan sangat indah, menyatu dengan agama Budha menjadi Dhaha. Hindu Budha.
Jejak armada jawa ke Asia Timur dan Asia Barat, di ikuti oleh perkembangan agama islam ke pulau jawa, dari daratan Cina dan dari semenanjung Gujarat. Perkembanganya begitu cepat mengikuti Sunnaturrasul. Hanya dalam waktu yang sangat singkat. Feodalisme Jawa digusur oleh Berjuasi pedagang pedagang muslim yang berdatangan di pesisir Jawa sebelah utara, Pantura.
            Oleh para wali perkembangan itu dinilai sebagai suatu “Keharusan Sejarah” dan oleh sebagaian cendikiawan Hindu yang berkonsentrasi di Bali dan Blambangan, dinilai sebagai suatu “Kenyataan Searah”. Keharusan sejarah dan Kenyataan sejarah merupakan kehendak Tuhan dan bukan suatu kebetulan, jika pulau Bali, merupakan kenyataan sejarah sebagai “Atsyarul Qodimah”. Sejarah masa lampau yang masih bisa dilihat dan disrasa oleh mata dan dada, sebagai gambaran Nirwana yang berada diatas “Sirah Jawa”.
            Maka benarlah kemudian, jika pulau Bali disebut sebagai pulau Dewata, pulau Seribu Pura dan pulau bersemayamnya Sanghyang Widari sebagai penari. Pulau yang masih “dilestarikan” Tuhan, beragam indu. Maka perkembangan Agama agama yang ada di Nusantara, tidak sempat berbalik menjelajahi Jawa, menisi kenistaan yang terus bergelembung menjadi “Jahiliyah”, tanpa ada “Sanghyang Sirah” yang mau berpikir dan berdzikir tentang semua itu dengan menggunakan cara “Sunnaturasul” yang pernah dilakukan “kemarin” oleh orang tua kita ditahun 1945, revolusi atau menjungkirbalikkan keadaan.
Para agamawan Cuma mampu mendongeng, memperbodoh dan membohongi diri sendiri dan bersikap apologik dengan masa lalu yang telah ditelan oleh sejarah (semoga sejarah Andaluisia, tidak berulang di Indonesia) A’udzu billah min dzalik.
Sebenarnya proses sejarah pulau Jawa, telah terhimpun secara rapi dilaci “JAVANOLOGI”, suatu lembaga yang respentatip mengangkat dan mendalami sejarah dan budaya Jawa yang sebenarnya Jawa, yaitu Sunda, Madura, Bali dan Lombok, termasuk itos mitsnya dan mitos “Sirah Jawa”. Tetapi mata picik dan juling, yang sering mengerling ketidakpengertiannya, telah mengartikan Javanologi itu menjadi Javanisasi dan Java Centris ang menilai jawa itu, Cuma Jawa tengah sekitas Kesultanan. Bukan jawa yang sebenarnya Jawa dalam posisi berdiri, melakukan sesembahan sebagai “Sanghyang Sirah”.
            Sebab bentuk sebua benua atau pulau, bukan Cuma karena proses alam, ketika terjadinya ledakan raksasa yang menimbulkan limpahan air samudra Nabi Nuh, sehingga Pangea berserakan menjadi lima benua atau aketika benua atlantik tenggelam diantara dua smadura dan mensisakan sejumlah kepulauan yang kemudian disebut Nusantara dan oleh Jepang disebut Asia Timur Raya (Negara jepang sendiri, tergambar seperti buaya).
            Sesungguhnya proses itu, bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi atas kehendak Tuhan dengan segala kasih sayangnya (Arrahman dan Arrahim), sehingga membuat pulau Jawa menjadi pusat kebudayaan dengan segala mitos mitosnya yang masih disisakan antara lain berupa mitos “Nyai Loro Kidul” yang berada di Samudra yang penuh dengan misteri dan mitos “Sanghyang Sirah” yang meliputi arti Nusantara dimasa yang akan datang.
HASNAN SINGODIMAYAN
Pengarang “Suluk Mu’tazilah”