Sekian banyak tafsir
Al-Qur’an dan sekian banyak pakar ahli tafsir, tidak seorangppun yang “mau” dan
yang “berani” memaknai secara jelas dengan kadar ilmu pengetahuan yang mumpuni
tentang SABA’, sebagai suatu bangsa yang diperhitungkan Tuhan, kebesaran dan
keberadaannya, selain bangsa Arab dan bahasanya serta bangsa Israil yang sering
ingkar dan beberapa Negara dan kerajaan yang pernah tersintuh namanya di dalam
Al-Qur’an seperti Romawi dan Babilonia.
Al-Qur’an, sebaga kitab
suci yang diperuntukkan bagi manusia sejagad, telah dijamin keabadiannya oleh
Allah di Lauhil Mahrud, sejak basyar dan manusia diciptakan Tuhan. Dahulu,
sekarang dan yang akan datang, bersifat sangat universal dan bukan hanya untuk
bangsa Arab dan bangsa Yahudi.
Di jaman Rasulullah
atau sebelumnya, yang namanya “timur tengah” belum pernah ada. Di jaman itu
yang dikenal Cuma “Keyakinan baru yang ampuh dan keyakinan lama yang rapuh”. Keyakinan
baru yang ampuh tu, sudah jelas ISLAM, bukan Arab. Sebab dilingkup bangsa Arab
sendri, masih terdapat keyakinan lama yang rapuh. Jauh dibelakang bangsa
Takruni dan Farsi.
Penafsiran yang berorientasi pada “Arab
centris”. Keberanian dan kemampuan untuk memasuki wilayah ilahiyat yang universal
dan memasuki wilayah ilmu pengetahuan dengan wawasan yang sangat luas, tidak
pernah disintuh dengan benar oleh para penafsir itu, mereka selalu berkulai sekitar pentas
Syam, Yaman dan Sinah.
Perhitungan waktu dan
perhitungan jarak, ditafsirkan secara impirik, berdasar ilmu pengetahuan masa
lalu yang berwarna kuning. Malah sering melakukan penyimpangan yang tidak
relevan, memasuki wilayah Tuhan yang abstrak. Cerita akhrat, cerita sorga dan
cerita neraka, melakukan cara berfikir jahiliyah yang picik dengan cerita
pembohongan dan pembodohan. Kapan ummat diberi pencerahan dengan ilmu
pengetahuan.
Secuwil pertanyaan tak
pernah bisa dijawab “Apakah dijaman Nabi Nuh, bumi sudah berbentuk benua atau
masih pangea? Apakah gunung Sinai merupakan pusat dari sekian benua yang bakal
berserak? Sehingga melahirkan pertanyaan lain, tentang waktu dan tempat. “Bagaimana
jarak waktu dan tempat di jaman purba itu?”. Jawabnya ada para Surah SABA’ ayat
18 dan ayat 19 “Kam tetapkan antara benua itu, jarak perjalanan dari tempat
yang satu ketempat yang lain dengan aman”. Dibuktikan dengan perjalan Nabi
Sulaiman ke SABA’. “Perjalanan peginya sama dengan sebulan dan perjalanan
sorenya sama denan sebulan”. “artinya sama kecepatannya dengan angin putng
beliung. (Perjalanan Isra’ Rasulullah, kecepatannya meebihi kecepatan sinar).
Dari situ timbul pula
pertanyaan lain “Dimana keberadaan bangsa SABA’ ?” sebab arti sebenarnya SABA’
menurut kaidah sastra Arab yang sangat komplek itu dengan nilai kebahasaannya
yang klasik, maka SABA’ bisa berarti “diguyur dan dikepung air”. Dimana Negara di
dunia ini, komonitas yang diguyur air dan dikepung air.
Maka jawabnya Cuma satu,
yaitu NUSWANTARA INDONESIA, sesudah tenggelamnya bongkalan benua Atlantik
keselatan, sehingga yang tersisa merupakan jamrud kepulauan yang sangat indah,
sebuah diantaranya tergambar seperti orang yang melakukan sesembahan dan dipusatnya
berdiri sebuah situs berupa bangunan yang disebut AT-THUR. tetapi masih sangat
rawan dengan letusan gunung berapi, gempa bumi dan luapan samudra yang
dinamakan Stunami.
Subhanallah
HASNAN SINGODIMAYAN
Pengarang “Suluk Mu’tazilah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar