Pengertian gender telah diuraikan
secara sangat luas dan impirik didalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surat An-Nisa’,
baik sebagai Perempuan, baik sebagai istri maupun sebagai Ibu. Sebab Gender itu
merupakan seperangkat Peran, Perilaku, Kegiatan dan atribut budaya yang
dianggap mendukung penampilannya yang “Merangsang dan Menarik”, berdasar pada
fitrah yang dianugrahkan Tuhand alam bentuk ragawi dengan tubuhnya yang “Sarat
dengan rahasia”. Penilaian Para pakar gender, terlihat masih samar-samar. Mereka
bukan tulang punggung, cuma tulang rusuk, lemah.
Sehingga menimbulkan berbagai
pertanyaan “APA sebenarnya perempuan itu?”, tetapi “SIAPA sebenarnya perempuan
itu?”, sudah terjawab sejak HAWA atau EVA, merayu ADAM untuk memakan “Buah
kebudayaan”. Akhirnya mereka punya pertanggungan jawab “moral” terhadap dunia
dan isinya, maka kemudian dipercaya Tuhan sebagai KHALIFAH, penguasa ciptaan
Tuhan yang ada di dunia. Sejak menguasai enersi ion ion didalam komputer.
Hanya kepada perempuan, Tuhan
membatasi untuk tidak dijadikan sebagai “Penguasa Tunggal” yang punya “tongkat”
komando sebagai Komandan. Sebab sejarahnya cukup panjang yang ditinggalkan pada
generasi selanjutnbya. Sejak Nyai Loro Kidul sebagai Penguasa tunggal di Negara
Atlantika. Ratu Putri disepanjang sungai Amazon di Brazilia. Ratu Shima di
Nuswantara sampai pada Cleopatra di Mesir yang Fir’aun gender itu, menundukkan
para Penguasa Romawi tersungkur dikakinya, Ceacear, Antonius, Brutus dan
Oktavianus secara pribadi.
Sejarahnya masih berlanjut sampai
sekarang, terasa cukup hangat pada generasi Mislim yang mau berpikir, tentang
dua tokih perempuan yang memporak porandakan Mesir di Sinai, hanya dalam
beberapa minggu dan menggusur Pakistan dari Banglades dalam beberapa bulan,
yaitu Goldda Meir, Perdana Menteri Israil dan Indira Gandhi Perdana Mentri
India, serta seorang Margaret Theacher Perdana Mentri Inggris yang melemparkan
tentara Argentina dari kepulauan Malvinas.
Di tangan Perempuan kenyataan sejarah
terus berlaku, tetapi bukan keharusan sejarah menurut Sunnaturasul, menurut
hukum revolusi. Sebab jatah atau quota yang diberikan kepada perempuan untuk
Pemilihan Umum, merupakan rekayasa politik yang tidak berdasar pada Sunnatullah,
yaitu hukum evolusi. Perempuan punya wewenang untuk tampil dan berbicara.
Raja Sulaiman yang nabi itu, mampu
menundukkan kekuasaan Ratu Balqis yang maha jaya itu dengan kebijakannya
sebagai seorang Nabi, didasarkan dengan hukum revolusi lewat materi, suatu
karakter pembawaan wanita dan bentuk kelemahan perempuan. Istana Raja Sulaiman
jauh lebih megah dan indah, dibandingkan istana Ratu Balqis.
Tetapi sejarah tokoh gender di Nusantara,
pernah diperlakukan secara tidak adil oleh Para Wali. SITI JENAR, merupakan
tokoh gender yang berbeda pandangan dengan Penguasa di Demak. Namanya ditambah
dengan SYEH, supaya terkesan sebagai seorang lelaki. Kemudian dibunuh dan
jazadnya diganti dengan bangkai anjing kurap. Sebagaian perngikutnya yang
kebanyakan gender itu, dibantai secara semena-mena dimana-mana.
Sejarah gender terus berjalan sebagai
keharusan dan bukan sebagai kenyataan. Sebab kenyataan telah diputar balikkan. Gender
Cuma dijadikan sebagai pelengkap perhitungan, supaya jangan disebut ganjil. Tetapi
ramalan Jayabaya lebih mengerikan, sebab di Jawa nantinya,jumlah gender jauh
lebih dominan dari pada lelaki. Mereka bakal menjadi Penguasa perkasa
memerintah para priya.
Hasnan Singodimayan
Pengarang “Suluk Mu’tazilah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar