SKENARIO
yang dibuat Aekanu Haryono dalam penampilan tarian Gandrung di kota Frankfurt
Jerman, merupakan garapan yang representative, sebab hanya dalam beberapa menit
dan tidak sampai berjam-jam, pagelaran Gandrung itu sudah mencakup hampir seluruh
kesenian daerah yang ada di Banyuwangi untuk disuguhkan dan dibaca seperti buku
yang diperankan hanya oleh sebelas orang, selaku penari dan pengrawit dengan
cara saling dukung mendukung sebagai peran narasi.
Diawali
dengan gendung pengantar dan dilanjutkan dengan tari jejer, tari seblang, paju
gandrung, angklung, patrol, terbang kuntulan, pracak dan barong. Kesemuanya itu
dapat disaksikan secara lengkap dengan urutan yang sangat aktraktif, estetis
dan menarik, seperti sedang membaca.
Semoga
gerak tari itu dapat membantu para pelaku untuk menolak hawa yang sangat dingin
di wilayah Weisbaden itu dan semoga gending PODO NONTON dalam terjemahan puisi,
bisa melahirkan banyak inspirasi sesudah Frankfurt Book Fair.
KESAKSIAN
BERSAMA
Yang cempedak rebah di jalan
Yang perut perut kelaparan
Yang cempedak rebah di jalan
Yang berjalan tampa lambaian
Oh Putra tersayang
Yang berjalan di empang kebngungan
Melati mungil di sudut halaman
Tersiram layu
Terpetik sekuntum menyentuh hati
Wahai anak gembala
Cangkuli bukit itu
Tanami kacang menjalar
Seikat harga anak perawan
Sebab bunga yang segulung
Harganya hanya seriba
Tiada mahal dan tiada murah
Telah ditawar Penjual bunga
Oh penjual bunga bangsa
Pada dijajarkan didepan Pendapa Para
Tumenggung
Yang telah di iring dengan Payung Agunf
Dan bunga yang berwarna merah itu
Darahnya telah terpercik di petilaman
Menyatu dengan darah pahlawan berkuda
teji
Berbaliklah
Telah dinantikan Dikau di depan sekali
Di Pendapa ini
Dan di Pendapa ini pula
Selagi para penguasa mabuk kepayang
Gemercing keris terhunuskan
Sebab pahit dan manis telah dicampur
adukkan
Banyuwangi, 7 Agustus 2015
Hasnan Singodimayan
Pengarang novel “Kerudung Santet Gandrung”