(Sering
dibaca, Jumat, Sabat dan Ahad, sebagai syariat)
Oleh
: Hasnan Singodimayan
Al-Kitab yang diturunkan Tuhan lewat
sejumlah Nabi dan Rasul yang diperuntukkan bagi manusia merupakan pedoman dan
pegangan hidup manusia. Tetapi jika Penyair WS Rendra pernah berbicara tentang
Kitab itu dalam salah satu puisinya yang menyatakan “Tulisannya ruwet tak bisa
dibaca”, maka penjabarannya adalah sedemikian “Tafsirnya ruwet dan
terjemahannya tak bisa dibaca”. Apalagi WS Rendra sendiri, latar belakangnya bukan
Santri dan bukan berangkat dari Pesantren. Jadi harus dimaklumi.
Tetapi kenyataan yang dismapaikan WS
Rendra itu, merupakan kebenaran yang berlaku disejumlah tafsir Al-Kitab, karena
penjabarannya dalam setiap kata dan kalimat, tanpa disadari telah termakan “Pola
berpikirnya” orang Israil. Contohnya cukup banyak. Satu di antaranya dalam
mengartikan “ZAITUN”, selalu diartikan minyak zaitun dari buah zaitun, yang
sama dengan minyak kelapa dari buah kelapa. Sedang arti sebenarnya adalah “MINYAK
BUMI”. Komoditas yang diperebutkan oleh dunia timur dan dunia barat.
Kemudian dalam mengartikan “NUR”
selalu diartikan API atau CAHAYA tidak sampai pada intinya api dan partikel
cahaya, yaitu ELEKTRON. Insya Allah, Al Kitab tidak lagi “Tulisannya ruwet tak
bisa dibaca”. Sebab kedua kata itu “Zaitun dan Nur” merupakan kata potensi
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan telnologi mutakhir sekarang, semacam televise,
computer, laptop, tablet, smartphone dan sejumlah handphone, yang berlandaskan
pada SUNNATURASUL, hokum Revolusi. Seperti pada serentetan kalimat dalam surah
AN-NUR, ayat 35, dengan perbandingan pada tafsir terdahulu sebanyak tiga buah
dan sebuah dari tafsir Al Mu’tazil.
TAFSIR
MAHMUD YUNUS (1940) : “Allah member cahaya Langit dan Bumi. Umpamanya
cahaya itu kepada orang beriman, seperti sebuah lubang di dinding rumah, didalamnya
ada pelita. Pelita itu di dalam gelas dan gelas itu kelihatan laksana bintang
yang berkedipan diatas langit. Pelita itu dinyalakan dengan minyak kayu berkah,
yaitu buah Zaitun yang tumbuh di timur atau di barat. Hampir minyak itu bercahaya
dengan sendirinya, meski tidak tersentuh api. Cahaya berdamping dengan cahaya. Allah
menunjuk orang yang dikehendaki. Allah menunjukkan beberapa perumpamaan bagi
manusia. Dan Ia mengetahua tiap tiap sesuatu”.
TAFSIR
AL FURQON (1960)
: “Allah itu Nur bagi Langit dan
Bumi. Bandingkan Nur-nya (adalah) seperti satu kurungan pelita yang didalamnya
ada pelita. (Sedang) pelita itu ada didalamnya ada kaca (dan) kaca itu sebagai
bintang yang seperti mutiara, yang dinyalakan (dengan- minyak) dari pohon yang
banyak berkahnya (yaitu) zaitun, yang bukan bangsa timur dan bukan bangsa
barat. Yang minyaknya (sahaja) hamper menerangu walau tidak disentuh api. Nur atas
Nur. Allah memimpin atas nur-nya, siapa yang dikehendaki dan Allah mengadakan
perumpamaan bagi manusia dan Allah mengetahuo segala sesuatu”.
TAFSIR
AL JAMANATUL ALI (2004)
: “Allah (pemberi) cahaya
(kepada) Langit dan Bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lobang
yang tak tembus didalamnya ada pelita besar. Pelita besar itu didalam kaca
(dan) kaca itu seakan akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula disebelah baratnya. Yang
minyaknya (saja) hampir menerangi, walau tidak disentuh api. Cahaya yang
dikehendaki/Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia dan Allah mengetahui
segala sesuatu”.
TAFSIR
AL MU’TAZIL
: “Allah, Tuhan yang menguasai
partikel electron yang berada di angkasa (yang tak terbatas luasnya) dan di
keluasan bumi (yang tak terhingga isinya). Jika diumpamakan partikel electron itu,
bagian dari kekuasaan Allah, maka partikelnya seperti sebuah lobang kecil yang
tak bisa ditembus oleh partikel lain. Partikel electron itu telah dibudidayakan
oleh akal manusia (sebagai khalifah), kedalam kotak atau tabung kaca. Dan tabung
kaca itu seperti menjangkau bintang bintang dan terlihat gemerlapnya (berita
dan cerita) seperti sejumlah mutiara. Tabung kaca itu dinyalakan oleh energy lain,
berupa MINYAK BUMI (yang bersumber dari pohon purba yang tertimbun di perut
bumi dijaman Nabi Nuh) yang telah jadi fosil yang bermuatan carbon (Mengandung
minyak yang sering dinamakan Zaitun), tidak hanya ada di timur atau di barat. Dan
enersinya berupa lampu pijar, telah dipergunakan untuk menerangi (wajah dunia)
tanpa disulut dengan api. Sinarnya berada di atas segala cahaya. Allah
membimbing perkembangan partikel electron itu (sebagai ilmu pengetahuan) kepada
siapa yang dikehendaki. Allah memberikan perumpamaan itu untuk dipelajari
manusia (sebagai khalifah) dan Allah menggatahui segala sesuatunya”.
Berkat
perkembangan tekhnologi komunikasi yang sedemikian pesatnya berdasr orang
Majuzi yang telah menciptakan tekhnologi komunikasi, baik televise dan computer,
maupun telepon seluler, masih juga tidak rela, tidak ridha, jika perkembangan
itu telah dimanfaatkan oleh sebagian Muslim, terutama Muslim Mu’tazil. Maka kemudia
ditebarkan semacam isu dengan suatu pernyataan dan tulisan “Jika Google hampir
saja menyerupai Tuhan yang memiliki semua jawaban untuk semua pertanyaan. Dan Youtube,
dinyatakan sebagai tugas para malaikat yang telah diambil alih oleh manusia
(mentang mentang sebagai khalifah).
Subhanallah
dengan pernyataan itu. Auzdu billah min dzakik san audzubillahi minas syaitonir
rajim.
Hasnan Singodimayan
Pengarang “Suluk Mu’tazilah”